Jumat, 14 Oktober 2016

sok

Setiap orang memiliki titik atas dan bawah. Titik semangat dan titik putus asa. Titik berkorban dan titik tidak peduli. Gue rasa gue udah loncat dari titik tertinggi gue ke titik terendah.

Ngga pertama kalinya gue curhat tentang grup dance cover yang gue bentuk di blog ini. Sering gue curhat ngalor ngidul karena gue sukanya emang curhat sama kertas (daripada sama orang yang gue sendiri gak tahu dia real apa fake).

Gue bersama temen kpop gue, sebut aja V, mencetuskan ide untuk membentuk sebuah grup dance cover di kampus. Gue bagian desain brosur recruitment dan mengkoordinir member (karena gue yang paling tua waktu itu). sementara temen gue V, memosisikan diri di bagian humas, dia yang mengcaling member dan menjarkom latihan. Kita memulai titik pertama dengan 6 member. Kita latihan dari awal banget step by step. Hingga seiringnya berjalannya waktu. Seiringnya minggu dan bulan bertambah, member kita bertambah jadi sekitar 30-an orang. Macem2 dari yang SMA hingga yang udah tua dan kerja.


Bagi gue grup dance abal-abal yang kita bentuk berdua ini adalah segalanya. Gimana engga? Gue sering ngga datang ngumpul bareng temen-temen geng gue di kampus demi dance. Gue nolak permintaan orang tua buat balik ke kampung halaman setelah wisuda nanti demi dance. Gue skip bimbingan skripsi gue demi latihan dance. Singkatnya, bagi gue dance ini nomor satu. Gue selalu merasa sayang jika ninggalin latihan barang sekali. Kalau nggak karena lagi di luar kota, gue ngga bakal ninggalin. Gue selalu berpikir, jika gue ninggalin latihan dance, gimana nasib member-member gue? siapa yang ngajarin mereka dance? Siapa yang mengubrak-ubrak mereka kalau lelet latihannya? Kerja part time gue juga terbengkalai, hingga gue disidang bos gue, demi apa? Ya demi dance!

Gue memiliki hobi di bidang digital design. Entah itu audio design, video design, atau graphic design. Maka gue manfaatin hobi ini ke dalam dance. Anak-anak butuh edit lagu buat perform, gue yang ngedit lagunya. Anak-anak butuh video BGM pas lomba, gue yang edit, hingga foto-foto mereka juga gue inisiatif desain di laptop gue biar kayak artis-artis kpop yang fotonya keren-keren.

Gue juga bisa jahit. Jadi ketika anak-anak butuh menghiasi kostum dance mereka dengan pernak-pernik, gue rela duduk berjam-jam dengan tangan tertusuk-tusuk jarum jahit lantaran mata udah tinggal 5 watt dan punggung udah mau patah. Kadang dibalik diri gue yang cuek, gue punya sisi leadership yang tersembunyi. Maka ketika ada rapat atau forum, gue sering yang membuka pembicaraan dan mengantar diskusi seperti moderator di forum2 seminar.

Setahun grup ini berdiri, gue benar-benar berada di titik puncak kepedulian. Gue nggak melihat diri gue. pokoknya gimana caranya dance ini maju. Gue bisa ngejar wisuda bulan Juli, tapi gue abaikan. Gue sampai sebulan nggak datangin dosen pembimbing demi dance.

Iya nggak ada yang nyuruh. Nggak ada yang nyuruh gue untuk melakukan itu semua. Itu semua gue lakuin karena kemauan gue sendiri, dari dalam hati gue sendiri. Gue benar-benar mendalami peran. Hingga teman-teman gue geleng-geleng kepala. Duh nih anak kesambet setan apa? Anak pesantren, alim, pendiem, aktifis kampus, pinter, kok ya ugal-ugalan sampe dance-dance gitu.

Gue tutup telinga.

Bodo amat.

Gue Cuma berpendapat, gue nggak kayak elo. Gue bisa membentuk dan memajukan grup dance ini. Gue percaya member-member gue bisa terkenal di dunia dance cover. Gue percaya talenta mereka akan terasah dan semakin baik. Kadang gue mimpi bisa mengantarkan mereka ke Korea untuk tampil dance cover di sana.

Gue sering insomnia sampe hampir subuh karena kepikiran member gue yang bertengkar dengan member lain. Gue takut. Gue resah kalo pertengkaran mereka nggak reda dan mereka keluar dari grup dance ini. Ngumpulin mereka satu per satu, mengenal mereka satu per satu, dan melatih dance dengan intensif, mana rela gue kalau ada member keluar. Entah gimana caranya, entah permohonan apa yang harus gue ucapin, gue nyium tanah gue jabanin, gimana caranya mereka bisa reda emosinya dan mau balik dance lagi. Itu prinsip gue dulu. Kalo gue jengkel, gue harus nahan. Ego member nomor satu. Gue harus bisa memenuhi ego mereka dulu, baru ego gue akan terpenuhi belakangan, dengan melihat mereka akrab, muncul chemistry, ngedance dengan ceria, dan menang lomba. Saat itu lah ego gue terpenuhi. Gue bahagia banget melihat member-member gue akrab satu sama lain. Mereka yang dulu nggak saling kenal, bisa akrab, main bareng, dan solid.

Kkeut. Sampe di sini dulu cerita bahagianya.

Tepat 2 minggu lalu, akhir bulan september, gue terjatuh dari tebing tertinggi puncak pengorbanan gue. gue jatuh ke palung yang paling dalam. Kepercayaan diri gue ilang. Semangat gue hancur berkeping-keping. Bahkan kalo gue nyari tuh kepingan kaga bisa ketemu. Udah ancur kayak pasir.

Jadi gimana perasaan loe, kalo dari semua cerita yang gue tulis di atas, yang gue melakukan A hingga Z, atas dasar kemauan gue sendiri, atas dasar kesenengan gue, atas dasar insiatif gue dengan maksud gue bikin grup dance ini dikenal banyak orang, ternyata dinilai "SOK" sama orang yang elo percaya?

Gue mengolah grup ini bareng temen gue, sebut aja R. Karena temen gue V lebih fokus menjadi member dance, kita berdua yang mengolah kapan baiknya jadwal latihan, milih projek yang tepat, bantu keliling nyari kostum, muter-muter ngurusin pendaftaran lomba dan panitia, kita berdua melakukan itu berdua. Sejalan. Nothing’s wrong.

Tapi gue nggak pernah menyangka kalo selama ini temen yang gue percaya ini, yang bagi gue udah gue anggap paling klop sama gue soal mengolah dance ini, ternyata memandang gue SOK. Sok berkorban sendiri, sok bisa sendiri, sok apa-apa sendiri. Gue kenal dance cover baru 1 tahun lalu, sebulan sebelum gue membentuk grup dance cover ini. Temen gue R yang ngenalin gue ke dance cover, dia yang pertama kali mengajak gue ke event dance cover. Dia yang cerita banyak tentang dance cover dan ngasih gue video-video tentang dance cover.

“Aku yang ngenalin dia ke dance cover. Tapi sekarang dia sok bisa sendiri, sok berkorban sendiri, sok apa apa sendiri...”

Waktu itu kata-katanya panjang, Cuma itu yang gue inget.

Gue jatuh. Gue tumbang seketika mendengar omongan ini. Dia ngomong itu ke member lain. Dan gue tahu dari orang lain. Kalo loe baca postingan gue sebelumnya soal bisnis gue yang gue rintis bareng sama temen R ini, yang dia nyetusin ide bisnis, she does. Amukan dia karena gue mengganti partner bisnis waktu itu merambat dari dia ngatain gue nggateli karena mengganti partner bisnis secara sepihak, menjadi gue sok banget di dance cover. Dia yang ngenalin gue ke dunia dance cover, tapi pas udah nyemplung, eh gue sok.

This be my muse for a long time. Gue mikir banget. Gue menganalisis. Sok? Sok bisa sendiri? Sok berkorban sendiri?

Pikiran gue melayang ke yang gue ngajarin dance anak-anak, ke gue yang ngeditin lagu, ke gue yang jahit hiasan baju sampe larut malam, ke gue yang ngamuk-ngamuk ke panitia karena penampilan dance grup gue dimolorin. Sesuai dengan yang gue ceritain di atas, GUE MELAKUKAN ITU SEMUA KARENA KEMAUAN GUE SENDIRI. Nggak pernah dalam hati gue niat sok. Niat unjuk diri dan sombong.

Gue benar-benar nggak nyangka. Temen yang gue anggap paling klop dan solid soal dance dan kpop, ternyata punya pandangan seburuk itu tentang gue. kurang deket apa kita? Kadang dia nginep di kos gue, kadang dia nonton video kpop berjam-jam sambil bercanda, kita jalan-jalan berdua ke Malang demi event kpop, kita rapat berdua, kemana-mana berdua dengan tujuan sama. Apa dia belum kenal gue dengan baik? Dengan semua kedekatan itu? dia menganggap gue sok?

Gue Cuma bengong di kamar saat membaca screenshot chat dia. Gue hampa. Seketika itu gue nggelinding ke dasar palung terdalam. Gue langsung memutuskan dalam hati, Ah.... yaudah deh... cukup... gue nggak akan lagi-lagi ada di dance-dance-an... udah cukup... iya ini dunia dia. Gue mah apa? Anak kemaren sore yang baru dikenalin ke dance cover. Orang baru yang harusnya tahu diri. Berengsek banget gue bertingkah sok di depan sunbae.

Gue mewek. Tapi keinginan gue untuk out gue tekan. Saat itu oppa, member dance gue, ngelarang gue out dan tetap nyuruh gue mengolah grup cowok.

Kita berdua maaf-maafan. Dan berusaha untuk baikan lagi kayak dulu. Meskipun kata-kata “Sok” yang dia lontarin masih menggores di hati gue dan nggak pernah gue lupain sampe sekarang. Dia udah bertingkah biasa dengan ngakrabin gue, becandain gue dan ngajak gue foto berdua. Tapi gue yang kesusahan untuk melakukan itu. entah kenapa, alam bawah sadar gue menolak untuk deket lagi sama dia. Ini tandanya gue belum bisa maafin dia. Tapi gue percaya gue bisa. Gue harus bisa balik akrab ke dia. Gue nggak boleh jadi problem. Entah berapa hari, entah berapa minggu, gue akan berusaha.

Ada kemajuan, saat temen gue R ada masalah dengan salah seorang member, gue dengan sendirinya belain dia, dan ngomelin tuh member. Gue juga mulai mau datang ke latihan anak-anak cewek, yang dulu sempet gue tinggalin karena gue lagi ogah ketemu dia. Itu artinya gue ada peningkatan.

Jika dibikin animasi, hati gue lagi merangkak naik, pelan-pelan... dari dasar palung menuju tepian pantai.

Tapi kemudian, seketika itu juga, baru gue berusaha bangkit dan mau kembali, gue dihempasin lagi, dilempar lagi, didorong lagi hingga jatuh ke tempat semula. Namun kali ini dengan goresan luka lebih banyak. Nggak berdarah, tapi sakit.

Jadi selama gue berkonflik dengan teman gue R, gue menarik diri dan nggak pernah muncul di obrolan grup. Waktu itu kita ada grup chat Rumpik, isinya 6 cewek dari grup dance termasuk gue, R dan V, isinya ngga penting Cuma ngobrol dan becanda. Gue udah ngga pernah muncul di grup itu karena gue menarik diri. Boro-boro ngechat, ngomong langsung aja gue masih ogah. Gue lagi berusaha keras mengobati sakit hati gue.

Ternyata diamnya gue dinilai berbeda sama temen gue V, hingga di belakang gue dia bikin grup baru bernama Rumpik 2, dengan member sama, tapi Cuma gue yang nggak diundang. Jadi dia bikin grup itu di belakang gue, diam-diam, bersama member lainnya.

Singkat kata, “gue dibuang secara sopan”

Gue dijauhin, gue dikucilin, dengan cara halus.

Udah nggak banyak ba-bi-bu. Gue mewek di tempat. Gue selama ini selalu berpikir bahwa problem gue Cuma sama R. Problemnya gue belum bisa maafin dia, gue harus bisa maafin dia, ternyata dibelakang gue, anak-anak cewek yang lain ngebuang gue dengan cara yang halus.

Sebenernya loe nggak perlu bikin grup Rumpik 2 dan mengundang member lain secara diam-diam satu demi satu. Cukup loe Kick gue dari grup yang lama. udah kan? Abis itu loe bisa ngobrol dan asik-asikan tanpa gue si penganggu.

Terlepas dari apa tujuan loe bikin grup lagi di belakang gue, one thing, siapapun diperlakukan kayak gitu, mereka pasti sakit hati bro. Loe bayangin aja ada di posisi gue, dan dikucilin secara diam-diam kayak gitu. Loe di depan gue manis, menyapa gue, tapi di belakang kayak gitu.

Gue udah engga peduli dengan “berjuang”... bodo amat dengan “pengorbanan”... entah dengan kata-kata apa Oppa berusaha membujuk gue untuk stay. Gue udah bertekad bulat. Gue out. gue engga kuat. Gue dikatain sok, gue dibuang secara halus. CUKUP. Gue bukan Nabi.

Jangan pergi, mbak bagian dari kita.

BULLSHIT.

Kalo loe nganggep gue sebagai bagian dari elo, loe nggak bakalan pernah ngucilin gue kayak gitu di belakang gue. Gue kelihatan bego tahu nggak di depan anak lain. Selama ini bikin grup lagi Cuma gue yang nggk tahu. TERSERAH. Iya... GUE BEGO SENDIRIAN.

Nice to see you lah.


Whatever.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar