Setiap
orang memiliki titik atas dan bawah. Titik semangat dan titik putus asa. Titik
berkorban dan titik tidak peduli. Gue rasa gue udah loncat dari titik tertinggi
gue ke titik terendah.
Ngga
pertama kalinya gue curhat tentang grup dance cover yang gue bentuk di blog
ini. Sering gue curhat ngalor ngidul karena gue sukanya emang curhat sama
kertas (daripada sama orang yang gue sendiri gak tahu dia real apa fake).
Gue
bersama temen kpop gue, sebut aja V, mencetuskan ide untuk membentuk sebuah
grup dance cover di kampus. Gue bagian desain brosur recruitment dan
mengkoordinir member (karena gue yang paling tua waktu itu). sementara temen
gue V, memosisikan diri di bagian humas, dia yang mengcaling member dan
menjarkom latihan. Kita memulai titik pertama dengan 6 member. Kita latihan
dari awal banget step by step. Hingga seiringnya berjalannya waktu. Seiringnya minggu
dan bulan bertambah, member kita bertambah jadi sekitar 30-an orang. Macem2
dari yang SMA hingga yang udah tua dan kerja.
Bagi
gue grup dance abal-abal yang kita bentuk berdua ini adalah segalanya. Gimana engga?
Gue sering ngga datang ngumpul bareng temen-temen geng gue di kampus demi
dance. Gue nolak permintaan orang tua buat balik ke kampung halaman setelah
wisuda nanti demi dance. Gue skip bimbingan skripsi gue demi latihan dance. Singkatnya,
bagi gue dance ini nomor satu. Gue selalu merasa sayang jika ninggalin latihan
barang sekali. Kalau nggak karena lagi di luar kota, gue ngga bakal ninggalin.
Gue selalu berpikir, jika gue ninggalin latihan dance, gimana nasib
member-member gue? siapa yang ngajarin mereka dance? Siapa yang mengubrak-ubrak
mereka kalau lelet latihannya? Kerja part time gue juga terbengkalai, hingga
gue disidang bos gue, demi apa? Ya demi dance!
Gue
memiliki hobi di bidang digital design. Entah itu audio design, video design,
atau graphic design. Maka gue manfaatin hobi ini ke dalam dance. Anak-anak
butuh edit lagu buat perform, gue yang ngedit lagunya. Anak-anak butuh video
BGM pas lomba, gue yang edit, hingga foto-foto mereka juga gue inisiatif desain
di laptop gue biar kayak artis-artis kpop yang fotonya keren-keren.
Gue
juga bisa jahit. Jadi ketika anak-anak butuh menghiasi kostum dance mereka
dengan pernak-pernik, gue rela duduk berjam-jam dengan tangan tertusuk-tusuk
jarum jahit lantaran mata udah tinggal 5 watt dan punggung udah mau patah. Kadang
dibalik diri gue yang cuek, gue punya sisi leadership yang tersembunyi. Maka ketika
ada rapat atau forum, gue sering yang membuka pembicaraan dan mengantar diskusi
seperti moderator di forum2 seminar.
Setahun
grup ini berdiri, gue benar-benar berada di titik puncak kepedulian. Gue nggak
melihat diri gue. pokoknya gimana caranya dance ini maju. Gue bisa ngejar
wisuda bulan Juli, tapi gue abaikan. Gue sampai sebulan nggak datangin dosen
pembimbing demi dance.
Iya
nggak ada yang nyuruh. Nggak ada yang nyuruh gue untuk melakukan itu semua. Itu
semua gue lakuin karena kemauan gue sendiri, dari dalam hati gue sendiri. Gue benar-benar
mendalami peran. Hingga teman-teman gue geleng-geleng kepala. Duh nih anak
kesambet setan apa? Anak pesantren, alim, pendiem, aktifis kampus, pinter, kok
ya ugal-ugalan sampe dance-dance gitu.
Gue
tutup telinga.
Bodo
amat.
Gue
Cuma berpendapat, gue nggak kayak elo. Gue bisa membentuk dan memajukan grup
dance ini. Gue percaya member-member gue bisa terkenal di dunia dance cover.
Gue percaya talenta mereka akan terasah dan semakin baik. Kadang gue mimpi bisa
mengantarkan mereka ke Korea untuk tampil dance cover di sana.
Gue
sering insomnia sampe hampir subuh karena kepikiran member gue yang bertengkar
dengan member lain. Gue takut. Gue resah kalo pertengkaran mereka nggak reda
dan mereka keluar dari grup dance ini. Ngumpulin mereka satu per satu, mengenal
mereka satu per satu, dan melatih dance dengan intensif, mana rela gue kalau
ada member keluar. Entah gimana caranya, entah permohonan apa yang harus gue
ucapin, gue nyium tanah gue jabanin, gimana caranya mereka bisa reda emosinya dan
mau balik dance lagi. Itu prinsip gue dulu. Kalo gue jengkel, gue harus nahan.
Ego member nomor satu. Gue harus bisa memenuhi ego mereka dulu, baru ego gue
akan terpenuhi belakangan, dengan melihat mereka akrab, muncul chemistry,
ngedance dengan ceria, dan menang lomba. Saat itu lah ego gue terpenuhi. Gue bahagia
banget melihat member-member gue akrab satu sama lain. Mereka yang dulu nggak
saling kenal, bisa akrab, main bareng, dan solid.
Kkeut.
Sampe di sini dulu cerita bahagianya.
Tepat
2 minggu lalu, akhir bulan september, gue terjatuh dari tebing tertinggi puncak
pengorbanan gue. gue jatuh ke palung yang paling dalam. Kepercayaan diri gue
ilang. Semangat gue hancur berkeping-keping. Bahkan kalo gue nyari tuh kepingan
kaga bisa ketemu. Udah ancur kayak pasir.
Jadi
gimana perasaan loe, kalo dari semua cerita yang gue tulis di atas, yang gue
melakukan A hingga Z, atas dasar kemauan gue sendiri, atas dasar kesenengan gue,
atas dasar insiatif gue dengan maksud gue bikin grup dance ini dikenal banyak
orang, ternyata dinilai "SOK" sama orang yang elo percaya?
Gue
mengolah grup ini bareng temen gue, sebut aja R. Karena temen gue V lebih fokus menjadi member dance, kita berdua yang mengolah kapan baiknya jadwal latihan, milih projek
yang tepat, bantu keliling nyari kostum, muter-muter ngurusin pendaftaran lomba
dan panitia, kita berdua melakukan itu berdua. Sejalan. Nothing’s wrong.
Tapi
gue nggak pernah menyangka kalo selama ini temen yang gue percaya ini, yang
bagi gue udah gue anggap paling klop sama gue soal mengolah dance ini, ternyata
memandang gue SOK. Sok berkorban sendiri, sok bisa sendiri, sok apa-apa
sendiri. Gue kenal dance cover baru 1 tahun lalu, sebulan sebelum gue membentuk
grup dance cover ini. Temen gue R yang ngenalin gue ke dance cover, dia yang
pertama kali mengajak gue ke event dance cover. Dia yang cerita banyak tentang
dance cover dan ngasih gue video-video tentang dance cover.
“Aku
yang ngenalin dia ke dance cover. Tapi sekarang dia sok bisa sendiri, sok
berkorban sendiri, sok apa apa sendiri...”
Waktu
itu kata-katanya panjang, Cuma itu yang gue inget.
Gue
jatuh. Gue tumbang seketika mendengar omongan ini. Dia ngomong itu ke member
lain. Dan gue tahu dari orang lain. Kalo loe baca postingan gue sebelumnya soal
bisnis gue yang gue rintis bareng sama temen R ini, yang dia nyetusin ide bisnis,
she does. Amukan dia karena gue mengganti partner bisnis waktu itu merambat
dari dia ngatain gue nggateli karena mengganti partner bisnis secara sepihak,
menjadi gue sok banget di dance cover. Dia yang ngenalin gue ke dunia dance
cover, tapi pas udah nyemplung, eh gue sok.
This
be my muse for a long time. Gue mikir banget. Gue menganalisis. Sok? Sok bisa
sendiri? Sok berkorban sendiri?
Pikiran
gue melayang ke yang gue ngajarin dance anak-anak, ke gue yang ngeditin lagu,
ke gue yang jahit hiasan baju sampe larut malam, ke gue yang ngamuk-ngamuk ke
panitia karena penampilan dance grup gue dimolorin. Sesuai dengan yang gue
ceritain di atas, GUE MELAKUKAN ITU SEMUA KARENA KEMAUAN GUE SENDIRI. Nggak
pernah dalam hati gue niat sok. Niat unjuk diri dan sombong.
Gue
benar-benar nggak nyangka. Temen yang gue anggap paling klop dan solid soal
dance dan kpop, ternyata punya pandangan seburuk itu tentang gue. kurang deket
apa kita? Kadang dia nginep di kos gue, kadang dia nonton video kpop berjam-jam
sambil bercanda, kita jalan-jalan berdua ke Malang demi event kpop, kita rapat
berdua, kemana-mana berdua dengan tujuan sama. Apa dia belum kenal gue dengan
baik? Dengan semua kedekatan itu? dia menganggap gue sok?
Gue
Cuma bengong di kamar saat membaca screenshot chat dia. Gue hampa. Seketika itu
gue nggelinding ke dasar palung terdalam. Gue langsung memutuskan dalam hati,
Ah.... yaudah deh... cukup... gue nggak akan lagi-lagi ada di dance-dance-an...
udah cukup... iya ini dunia dia. Gue mah apa? Anak kemaren sore yang baru
dikenalin ke dance cover. Orang baru yang harusnya tahu diri. Berengsek banget
gue bertingkah sok di depan sunbae.
Gue
mewek. Tapi keinginan gue untuk out gue tekan. Saat itu oppa, member dance gue,
ngelarang gue out dan tetap nyuruh gue mengolah grup cowok.
Kita
berdua maaf-maafan. Dan berusaha untuk baikan lagi kayak dulu. Meskipun kata-kata
“Sok” yang dia lontarin masih menggores di hati gue dan nggak pernah gue lupain
sampe sekarang. Dia udah bertingkah biasa dengan ngakrabin gue, becandain gue
dan ngajak gue foto berdua. Tapi gue yang kesusahan untuk melakukan itu. entah
kenapa, alam bawah sadar gue menolak untuk deket lagi sama dia. Ini tandanya
gue belum bisa maafin dia. Tapi gue percaya gue bisa. Gue harus bisa balik
akrab ke dia. Gue nggak boleh jadi problem. Entah berapa hari, entah berapa
minggu, gue akan berusaha.
Ada
kemajuan, saat temen gue R ada masalah dengan salah seorang member, gue dengan
sendirinya belain dia, dan ngomelin tuh member. Gue juga mulai mau datang ke
latihan anak-anak cewek, yang dulu sempet gue tinggalin karena gue lagi ogah
ketemu dia. Itu artinya gue ada peningkatan.
Jika
dibikin animasi, hati gue lagi merangkak naik, pelan-pelan... dari dasar palung
menuju tepian pantai.
Tapi
kemudian, seketika itu juga, baru gue berusaha bangkit dan mau kembali, gue
dihempasin lagi, dilempar lagi, didorong lagi hingga jatuh ke tempat semula. Namun
kali ini dengan goresan luka lebih banyak. Nggak berdarah, tapi sakit.
Jadi
selama gue berkonflik dengan teman gue R, gue menarik diri dan nggak pernah
muncul di obrolan grup. Waktu itu kita ada grup chat Rumpik, isinya 6 cewek
dari grup dance termasuk gue, R dan V, isinya ngga penting Cuma ngobrol dan
becanda. Gue udah ngga pernah muncul di grup itu karena gue menarik diri. Boro-boro
ngechat, ngomong langsung aja gue masih ogah. Gue lagi berusaha keras mengobati
sakit hati gue.
Ternyata
diamnya gue dinilai berbeda sama temen gue V, hingga di belakang gue dia bikin
grup baru bernama Rumpik 2, dengan member sama, tapi Cuma gue yang nggak
diundang. Jadi dia bikin grup itu di belakang gue, diam-diam, bersama member
lainnya.
Singkat
kata, “gue dibuang secara sopan”
Gue
dijauhin, gue dikucilin, dengan cara halus.
Udah
nggak banyak ba-bi-bu. Gue mewek di tempat. Gue selama ini selalu berpikir
bahwa problem gue Cuma sama R. Problemnya gue belum bisa maafin dia, gue harus
bisa maafin dia, ternyata dibelakang gue, anak-anak cewek yang lain ngebuang
gue dengan cara yang halus.
Sebenernya
loe nggak perlu bikin grup Rumpik 2 dan mengundang member lain secara diam-diam
satu demi satu. Cukup loe Kick gue dari grup yang lama. udah kan? Abis itu loe
bisa ngobrol dan asik-asikan tanpa gue si penganggu.
Terlepas
dari apa tujuan loe bikin grup lagi di belakang gue, one thing, siapapun
diperlakukan kayak gitu, mereka pasti sakit hati bro. Loe bayangin aja ada di
posisi gue, dan dikucilin secara diam-diam kayak gitu. Loe di depan gue manis,
menyapa gue, tapi di belakang kayak gitu.
Gue
udah engga peduli dengan “berjuang”... bodo amat dengan “pengorbanan”... entah
dengan kata-kata apa Oppa berusaha membujuk gue untuk stay. Gue udah bertekad
bulat. Gue out. gue engga kuat. Gue dikatain sok, gue dibuang secara halus.
CUKUP. Gue bukan Nabi.
Jangan
pergi, mbak bagian dari kita.
BULLSHIT.
Kalo
loe nganggep gue sebagai bagian dari elo, loe nggak bakalan pernah ngucilin gue
kayak gitu di belakang gue. Gue kelihatan bego tahu nggak di depan anak lain. Selama
ini bikin grup lagi Cuma gue yang nggk tahu. TERSERAH. Iya... GUE BEGO
SENDIRIAN.
Nice
to see you lah.
Whatever.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar