Jumat, 12 Januari 2018

Amalan Ibadah Diukur dari Shalat Kita


           Suatu hari di sore yang cerah, aku dan salah seorang temanku membeli makan di sebuah warung. Yah, maklum lah. Anak kos ya begini ini kalau mau makan, mesti hunting dulu ke warung-warung. Nah, alhamdulillah banget. Saat itu Allah mengarahkan kami berdua ke sebuah warung yang sangat so sweet. Tau kenapa aku bilang so sweet? Karena pemilik warung menyalakan radio ceramah seorang kiai. Jadi, selama pelanggannya makan, pemiliki warung juga menyuguhkan nutrisi buat hati.



         Aku ga ingat dengan pasti siapa Kiai yang sedang ceramah waktu itu. Cuma satu kesanku, ceramahnya terasa mencairkan suasana dan bahasanya komunikatif banget. Sesuai dengan linkupnya yakni lingkup kota Surabaya. So, dia memakai bahasa jawa dengan selingan krama inggil. Satu bagian dari ceramahyna yang ngena banget di hati adalah bahwasanya “Sholat merupakan indikator amal ibadah manusia”. Jika sholatnya bagus, tepat lima waktu, senantiasa jamaah, maka akan dianggap bagus pula lah amal ibadah yang lain. Tetapi, jika sholatnya tidak baik, bolong-bolong, apalagi ga pernah shalat, sebaik apapun amal ibadahnya, serajin apapun ia bersedekah, semua itu akan dianggap buruk sesuai dengan penilaian shalatnya.

          Kala itu, sang Kiai mencontohkan tema ceramah dengan cara pengecekan beras oleh para petani. Mungkin waktu itu pendengar yang hadir di ceramahnya kebanyakan adalah petani, makanya Beliau mencontohkannya seperti demikian. Dalam dunia pertanian, ketika petani panen beras dan akan menjualnya pada tengkulak, tengkulak pasti akan memeriksa beras tersebut terlebih dahulu. Mereka memeriksa beras tersebut dengan cara melubangi sedikit kantung beras, lalu melihat beras yang mengucur dari sana. Tidak mungkin mereka melihat bagaimana kondisi beras yang ada di dalam kantung dengan cara membuka semua segel kantung dan melihatnya satu per satu. Selain memakan banyak waktu, hal itu juga sangat melelahkan. Maka dari itu, cara membuat lubang kecil ada kantung dan melihat beras yang keluar dari sana adalah cara paling efektif.

          Tau bagaimana tengkulak menilainya? Jika beras yang mengucur dari lubang kecil itu putih dan bersih, maka tengkulak akan menganggap semua beras yang ada di dalam kantung itu demikian. Meski pada kenyataannya di dalam kantung itu tidak semua beras putih bersih seperti yang nampak di luar. Namun, jika beras yang keluar itu berbau tengik, berwarna coklat buram, maka tengkulak akan menganggap semua beras yang ada di dalam kantung itu buruk. Apa lagi yang dilakukan pada beras buruk? Ya, tentu dibuang.

          Sedikit beras yang keluar dari lubang tidak lain adalah perumpamaan dari shalat kita. Kita tahu bagaimana anggapan baik atau buruk sekantung beras tersebut adalah bergantung pada beras yang hanya segenggam itu. Demikian pulalah amalan ibadah kita. Seluruh amal kebajikan yang pernah kita lakukan di dunia kualitasnya bergantung dari kualitas shalat kita. Jika shalat kita baik, selalu berusaha untuk menunaikan tepat waktu dan berjamaah, maka akan baik pulalah amalan kita dinilai oleh Allah. Tanpa dihisab, semua amalan kita sudah lolos uji. Tetapi, beda ceritanya jika kita selalu menunda-nunda shalat, bolong-bolong, apalagi sampai tidak shalat sama sekali. Maka, seluruh amalan ibadah kita akan dinilai buruk seburuk amalan shalat kita. Sekalipun kita tidak pernah absen bersedekah, menjadi donatur tetap panti asuhan, berperilaku baik tiap waktu, dan lain sebagainya, semua itu tetap akan dianggap buruk. Naudzubillah~.....

          So, udah jelas kan sekarang betapa pentingnya menjaga kualitas shalat kita? Tidak ada gunanya kita menuruti rasa malas untuk pergi berjamaah ke mushalah sebelah rumah. Teguhkan hati untuk memperbaiki diri. Siapa lagi yang akan melawan rasa malas kita jika bukan kita sendiri?

          Ehm, aku jadi keinget ceramah ustadku di pesantren nih. Bahwasannya Rosulullah pernah bersabda, “Jika diberitahukan besarnya balasan shalat berjamaah kepada manusia, maka manusia akan rela pergi berjamaah meski harus dengan merangkak.”



artikel oleh : @ariek_chun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar