Suatu hari di sore yang cerah, aku dan salah seorang temanku membeli
makan di sebuah warung. Yah, maklum lah. Anak kos ya begini ini kalau mau
makan, mesti hunting dulu ke warung-warung. Nah, alhamdulillah banget. Saat itu
Allah mengarahkan kami berdua ke sebuah warung yang sangat so sweet. Tau kenapa
aku bilang so sweet? Karena pemilik warung menyalakan radio ceramah seorang
kiai. Jadi, selama pelanggannya makan, pemiliki warung juga menyuguhkan nutrisi
buat hati.
Aku ga ingat dengan pasti siapa Kiai yang sedang ceramah waktu itu. Cuma
satu kesanku, ceramahnya terasa mencairkan suasana dan bahasanya komunikatif
banget. Sesuai dengan linkupnya yakni lingkup kota Surabaya. So, dia memakai
bahasa jawa dengan selingan krama inggil. Satu bagian dari ceramahyna yang
ngena banget di hati adalah bahwasanya “Sholat merupakan indikator amal ibadah
manusia”. Jika sholatnya bagus, tepat lima waktu, senantiasa jamaah, maka akan
dianggap bagus pula lah amal ibadah yang lain. Tetapi, jika sholatnya tidak
baik, bolong-bolong, apalagi ga pernah shalat, sebaik apapun amal ibadahnya,
serajin apapun ia bersedekah, semua itu akan dianggap buruk sesuai dengan
penilaian shalatnya.
Kala itu, sang Kiai mencontohkan tema ceramah dengan cara pengecekan beras
oleh para petani. Mungkin waktu itu pendengar yang hadir di ceramahnya kebanyakan
adalah petani, makanya Beliau mencontohkannya seperti demikian. Dalam dunia
pertanian, ketika petani panen beras dan akan menjualnya pada tengkulak,
tengkulak pasti akan memeriksa beras tersebut terlebih dahulu. Mereka memeriksa
beras tersebut dengan cara melubangi sedikit kantung beras, lalu melihat beras
yang mengucur dari sana. Tidak mungkin mereka melihat bagaimana kondisi beras
yang ada di dalam kantung dengan cara membuka semua segel kantung dan
melihatnya satu per satu. Selain memakan banyak waktu, hal itu juga sangat
melelahkan. Maka dari itu, cara membuat lubang kecil ada kantung dan melihat
beras yang keluar dari sana adalah cara paling efektif.
Tau bagaimana tengkulak menilainya? Jika beras yang mengucur dari lubang
kecil itu putih dan bersih, maka tengkulak akan menganggap semua beras yang ada
di dalam kantung itu demikian. Meski pada kenyataannya di dalam kantung itu
tidak semua beras putih bersih seperti yang nampak di luar. Namun, jika beras
yang keluar itu berbau tengik, berwarna coklat buram, maka tengkulak akan
menganggap semua beras yang ada di dalam kantung itu buruk. Apa lagi yang
dilakukan pada beras buruk? Ya, tentu dibuang.
Sedikit
beras yang keluar dari lubang tidak lain adalah perumpamaan dari shalat kita.
Kita tahu bagaimana anggapan baik atau buruk sekantung beras tersebut adalah
bergantung pada beras yang hanya segenggam itu. Demikian pulalah amalan ibadah
kita. Seluruh amal kebajikan yang pernah kita lakukan di dunia kualitasnya
bergantung dari kualitas shalat kita. Jika shalat kita baik, selalu berusaha
untuk menunaikan tepat waktu dan berjamaah, maka akan baik pulalah amalan kita
dinilai oleh Allah. Tanpa dihisab, semua amalan kita sudah lolos uji. Tetapi,
beda ceritanya jika kita selalu menunda-nunda shalat, bolong-bolong, apalagi
sampai tidak shalat sama sekali. Maka, seluruh amalan ibadah kita akan dinilai
buruk seburuk amalan shalat kita. Sekalipun kita tidak pernah absen bersedekah,
menjadi donatur tetap panti asuhan, berperilaku baik tiap waktu, dan lain
sebagainya, semua itu tetap akan dianggap buruk. Naudzubillah~.....
So, udah jelas kan sekarang betapa pentingnya menjaga kualitas shalat
kita? Tidak ada gunanya kita menuruti rasa malas untuk pergi berjamaah ke
mushalah sebelah rumah. Teguhkan hati untuk memperbaiki diri. Siapa lagi yang
akan melawan rasa malas kita jika bukan kita sendiri?
Ehm, aku jadi keinget ceramah ustadku di pesantren nih. Bahwasannya
Rosulullah pernah bersabda, “Jika diberitahukan besarnya balasan shalat
berjamaah kepada manusia, maka manusia akan rela pergi berjamaah meski harus
dengan merangkak.”
artikel oleh : @ariek_chun